Om Swastyastu

Swasti Prapta ring blog titiange, dumogi wenten kawigunannyane. Suksma. "Om Shantih, Shantih, Shantih, Om


Sabtu, 28 November 2009

Perbandingan Cerita Rajapala dengan Jaka Tarub

BAB II
PERBANDINGAN

2.1 Sinopsis

2.1.1 Sinopsis Cerita “Rajapala”
Di Kerajaan Wana Keling tinggallah seorang bernama I Rajapala. Pekerjaanya sehari – harinya berburu dan menangkap burung. Pada suatu hari, ia pergi ke tengah hutan untuk berburu dan menangkap burung. Akan tetapi,pada hari itu ia sial. Tak seekor binatang dan burung pun yang diperolehnya. Karena lelah, ia beristirahat dibawah pohon yang besar. Di dekat pohon itu terdapat sebuah telaga. Tak lama kemudian, datanglah tujuh orang bidadari mandi di telaga itu. Melihat hal itu, I Rajapala bersembunyi di balik pohon sambil memperhatikan para bidadari itu mandi.
Setelah bidadari itu hamper selesai mandi, I Rajapala mengambil selendang alat terbang salah seorang bidadari dengan sumpitannya.
Setelah selesai mandi, enam orang bidadari terbang kembali ke surga, seorang bidadari tidak bisa ikut karena selendang terbangnya hilang. Bidadari itu bernama Ken sulasih.
Ketika kebingungan mencari selendang terbangnya, I Rajapala keluar dari persembunyiannya. Lalu mendekati Ken Sulasih.
“Hai, wanita ayu, kamu sedang mencari apa?”
“Selendangku hilang. Apakah kamu melihatnya?”
“Yang ini?” Tanya Rajapala sambil memperlihatkan selendang yang diambilnya itu.
“Nah, itulah selendang saya. Tolonglah kembalikan supaya saya bisa pulang ke surga. Kalau perlu saya meu menebusnya dengan apa pun,” kata Ken Sulasih penuh harap.
“Tidak, saya tidak mau mengembalikan selendang ini kecuali kamu bersedia menjadi istriku.”
Karena merasa terdesak, Ken Sulasih memenuhi permintaan I Rajapala. Akan tetapi Ken Sulasih mengajukan syarat. Jika kelak anak petamanya lahir, I Rajapala harus mengembalikan selendangnya dan mengizinkan Ken Sulasih pulang ke surga. I Rajapala menerima syarat itu. Sejak itu, I Rajapala dan Ken Sulasih menjadi suami istri.
I Rajapala sangat sayang kepada Ken Sulasih karena sejak beristrikan Ken Sulasih ia selalu memperoleh keberuntungan. Penduduk desa sangat heran karena I Rajapala punya istri sangat cantik.
Tanpa terasa, beberapa tahun telah berlalu. Ken Sulasih melahirkan seorang anak laki – laki. Anak ini diberikan nama I Durma. Belum genap setahun anaknya lahir, Ken Sulasih teringat dengan syarat pernikahannya. Ia pun menemui suaminya.
“Kakak Rajapala, kembalikanlah selendangku. Saya akan pulang ke surga. Peliharalah anak kita baik – baik.”
Dengan rasa sedih, I Rajapala mengembalikan selendang Ken Sulasih. Setelah memeluk anaknya dengan rasa terharu, Ken Sulasih pulang ke surga.
Meskipun hatinya dirundung rasa sedih, I Rajapala tetap melakukan pekerjaan sehari – harinya, yaitu berburu dan menangkap burung. Jika ia berburu, anaknya dititpkan pada tetangganya.
Tersebutlah I Durma telah berumur lima tahun. Ia tumbuh menjadi anak yang tampan dan cerdas. Pada suatu hari, I Rajapala memanggil anaknya.
“Durma anakku, Ayah sengat sayang kepadamu. Tetapi Ayah sudah tua. Sudah saatnya Ayah bertapa. Tinggallah kamu di rumah baik – baik. Belajarlah baik – baik agar kau pandai.” Sambil menangis, dipeluknya anaknya erat – erat. Setelah dititipkan kepada tetangganya, I Rajapala pun berangkat ke hutan untuk bertapa.
Setelah dewasa, I Durma menjadi pemuda yang tampan, cerdas, dan cekatan. Dengan pertolongan tetanggnya, ia mengabdikan diri di Kerajaan Wana Keling. Raja amat sayang kepadanya karena berbagai kesulitan dan persoalankerajaan dapat diatasi dengan baik oleh I Durma.
Pada suatu hari, I Durma menghadap Raja Wana Keling.
“Tuanku Yang Mulia, perkenankan hamba mohon diri pergi ke hutan untuk menengok Ayah hamba di pertapaan.”
“Baiklah Durma, tetapi janganlah terlalu lama pergi. Tenagamu sangat diperlukan oleh Kerjaan.”
“Titah Paduka hamba junjung,” kata I Durma sambil menyembah, lalu mohon diri.
Dalam perjalanan memasuki hutan, I Durma banyak menemui rintangan. Beberpa kali ia dihadang oleh perampok. Di samping itu, sekelompok raksasa menyerangnya di tengah jalan. Namun, semua itu dapat diatasi dengan mudah.
Telah beberapa hati iaberjalan memasuki hutan, tetapi belum juga bertemu dengan tempat pertapaan Ayahnya. Ketika ia duduk beristirahat, datanglah segerombolan orang dari Wana Keling yang mengabarkan kerajaan dalam keadaan bahaya.

2.1.2 Sinopsis Cerita ”Jaka Tarub”

Diceritakan pada pagi hari ada seorang wanita cantik, sedang bertapa Ngijang, hidup dengan sekelompok kijang. Gadis itu bernama Dewi Rasa Wulan. Ia adalah adik dari Raden Said putera Adi Pati Tuban. Bertapa Ngijang artinya hidaup di tengah hutan mniru prilaku kijang. Menjelang siang gadis itu memisahkan diri dari kelompok kijang. Ia melangkahkan kakinya ke tepi telaga berair jernih di tengah hutan. Sesampai di telaga dia menanggalkan pakaian luarnya karena dia sudah melihat disekeliling telaga tidak ada seorangpun. Setelah ia menikmati kesegaran air telaga, tiba – tiba ada perasaan aneh pada dirinya. Ia seolah – olah sedang bermimpi bercengkrama dengan seorang pemuda tampan, bercumbu rayu dengan asiknya. Namun perasaan itu hanya sekejap, selanjutnya ia menyadari kalau dirinya sedang berada di air telaga. Ia pun merasa malu dan jengah. Ia pun melihat di sekelilingnya tidak ada siapa – siapa.
Ketika ia melihat ke atasa ia menjadi kaget, di atas ada sebuah dahan yang besar, di situ ia melihat seorang laki – laki setengah baya tertidur pulas. Segera ia naik kedaratan dan mengenakan pakaiannya kembali. Begitu kakinya menginjak tanah ada perubahan pada perutnya, gadis itu merasa perutnya membesar seperti orang hamil sembilan bulan. Ia pun menjadi panik. Dengan suara lantang ia panggil orang yang tertidur di pohon di tepian telaga itu. Dewi Rasa Wulan bertanya kepada pemuda itu. Pemuda itu bernama Ki Ageng Gribig. Pemuda itu pun merasakan hal yang sama sedang bermimpi bercumbu dengan seorang perempuan cantik, namun Dewi Rasa Wulan tidak terima atas mimpi tersebut.
“Kurang ajar! Kau benar – benar kurang ajar kau tidak boleh memimpikanku!.” Kata gadis itu dengan bersemu merah.
Kemudian gadis itu meminta sang pemuda untuk mengeluarkan bayi itu dari perutnya. Pemuda itupun mau menuruti kemauan gadis itu. Ki Ajeng Gribig mengetuk – etukan jari tanganya tiga kali seperti orang memanggil ayam. Ajaib, keluarlah bayi dari perut si gadis langsung berada pada genggaman Ki Gribig.
Tinggallah Ki Ageng Gribig seorang diri dengan bayi dalam gendongannya. Ia membawa bayi itu keluar dari hutan. Entah apa yang akan terjadi dengan bayi itu.
Di ceritakan ada seorang janda yang bernama Nyi Randa Tarub yang hendak kemakam suaminya yang terletak di tepi hutan. Di sana ia kaget setengah mati, sebab di sana ada seorang laki – laki berdiri dengan menggendong bayi yang menangis. Lalu Ki Ageng Gribig memberi bayi tersebut kepada Nyi Randa Tarub.
Bertahun – tahun kemudian kidang telengkas telah menjadi besar. Karena ia tinggal di desa Tarub, maka ia di debut dan dipanggil pula dengan nama Jaka Tarub. Setelah beberapa tahun Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda yang tampan, sering menjumpai bidadari dari kahyangan mandi di telaga. Suatu hari pemuda it uterus memperhatikan gadis – gadis yang tengah asik mandi di telaga, tiba – tiba matanya melihat anggokan pakaian yang terletak di tepi telaga. Muncullah keinginan nakalnya untuk menyembunyikan pakaian itu.
Para bidadari itu segera berpakaian dan bersiap – siap akan kembali kekahyangan namun salah seorang di antaranya kehilangan pakainnya. Bidadari itu bernama Nawang Wulan, ia hanya bisa menyesali nasibnya. Ia berkata,“Siapa yang bisa menolongku, memberi pakaian, maka orang itu akan kujadikan suami.”
Beberapa saat kemudian munculah Jaka Tarub mendekati Nawang Wulan yang sedang menangis. Bertapa terkejutnya Nawang Wulan melihat kehadiran Jaka Tarub. Jaka Tarub bertanya.
“Kenapa kau menangis di dalam air telaga?”
“Aku tidak bias keluar dari dalam air ini, karena pakaianku hilang……..” Jawab Nawang Wulan.
Lalu Jaka Tarub memberikan kain jarik kepada Dewi Nawang Wulan. Karena Jaka Tarub telah memberikan sepotong kain maka, Nawang Wulan siap menjadi istri Jaka Tarub. Dan Jaka Tarub mengajak Nawang Wulan pulang ke rumahnya dan memberitahu ibunya kalau ia sudah mendapatkan calon istri yang cantik. Namun kebahagian itu tidak lama mereka rasakan. Karena ibu Jaka Tarub, Nyi Randa Tarub meninggal dunia.
Beberapa tahun kemudian Nawang Wulan dan Jaka Tarub kehadiran seorang bayi perempuan di beri nama Nawangsih. Mereka hidup bahagia.
Tapi pada suatu hari terjadi peristiwa yang merupakan permulaan dari malapetaka. “Kakang Jaka, aku sedang menanak nasi tolong kamu jaga. Nawangsih buang air, aku akan membersihkannya kesungai. Dan jangan kau buka tutup kukusan itu!.” Pesan Nawang Wulan pada suaminya.
Di tepi sungai puteri Nawang Wulan merenung. Ia merasa tidak kuat hidup menjadi manusia di bumi, karena harus bekerja keras sepanjang hari.
Sepeninggalan istrinya, Jaka Tarub sedikit terheran dengan pesan istrinya. Rasa heran itu menjadi rasa ingin tahu, perlahan – lahan dibukanya tutup kukusan itu. Jaka Tarub terkejut ketika mengetahui isi dalam kukusan itu, ternyata hanya setangkai padi. Saat itu ia baru sadar kalau istrinya menggunakan sihir untuk menanak nasi. Tiba – tiba dating istrinya dan mengetahui bahwa suaminya telah membuka tutup kukusan itu, ia menjadi terkejut dan marah kepada suaminya.
Karena hal itu telah diketahui suaminya, maka sihir Nawang Wulan menjadi musnah, dan sejak saat itu Dewi Nawang Wulan harus menumbuk padi dan menampingnya. Jaka Tarub menyesal karena kelancangan itu istrinya harus bekerja keras. Lama kelamaan persedian padi dilumbung semakin sedikit.
Ketika suatu hari Nawang Wulan hendak mengambil padi yang semakin sedikit dan ia melihat pakaiannya yang hilang. “Oh pakainku, ini pakainku yang hilang ketika aku mandi di telaga dalam rimba itu dulu.” Ia pun mengenakan pakain itu, sementara itu Jaka Tarub tengah terheran – heran, kenapa istrinya demikian lama berada di lumbung padi. Dan lebih heran lagi ketika istrinya muncul dengan wujud lain, wujud seorang bidadari. Sejak saat itu ia meninggalkan Jaka Tarub dan Nawangsih. Semenjak itu setiap malam Jaka Tarub melihat Dewi Nawang Wulan dating menyusui anaknya dan bercengkrama sampai anak itu tidur. Bila anaknya sudah tertidur maka Dewi Nawang Wulan terbang lagi ke balik awan, Jaka Tarub hanya bisa memandangi kedatangan dan kepergian istrinya dengan sejuta penyesalan.

2.2 Perbandingan

2.2.1 Perbandingan Tema dan Motif
Tema adalah suatu pokok persoalan atau pokok pikiran yang menjadi dasar cerita. Pokok cerita yang diberikan pada suatu karangan didasarkan atas pandangan hidup, pengetahuan, pengalaman, emosi, dan imajinasi pengarang. (Sudjiman, 1988: 50). Istilah tema disini mencakup juga pengertian tentang motif, dan kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan ( Razali Kasim, 1996:60). Motif diartikan sebagai unit tema yang lebih kecil dan juga alur cerita. Elizabeth Frenzel (dalam Weisstein, 1973:13) dan Francois Jost (1974:183) dalam Razali Kasim, 1996:60.
Berdasarkan pengertian tema dan motif di atas, maka perbandingan adalah tema dari kedua cerita.
Dalam cerita Rajapala, mengisahkan kehidupan Rajapala yang menikah dengan Ken Sulasih, dengan perjanjian ketika anak pertama mereka lahir, Ken Sulasih akan kembali ke kahyangan. Rajapala bersedia memenuhi persyaratan tersebut. Setelah menikah, Ken Sulasih melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri yang baik dan setia pada suami. Pada suatu hari, anak pertama mereka pun lahir dan Ken Sulasih menagih janjinya untuk kembali ke kahyangan. Rajapala menginjinkannya walaupun hatinya sangat sedih ditinggal pergi istri yang sangat ia sayang. Jadi dapat disimpulkan bahwa tema dan motif dari cerita Rajapala adalah kesetiaan.
Dalam cerita Jaka Tarub, mengisahkan kehidupan Jaka Tarub yang menyembunyikan selendang bidadari Nawang Wulan. Karena Jaka Tarub yang memberikan Nawang Wulan pakaian sebagai ganti selendang yang ia sembunyikan, kemudian Nawang Wulan bersedia menikah dengan Jaka Tarub. Mereka hidup bahagia hingga Nawang Wulan melahirkan seorang anak perempuan. Pada suatu hari Nawang Wulan sedang menanak nasi dengan sebuah kukusan dan berpesan agar Jaka Tarub tidak membuka kukusan itu. Jaka Tarub yang dikalahkan oleh rasa penasarannya akhirnya membuka kukusan itu. Nawang Wulan yang mengetahui hal tersebut kemudian marah kepada Jaka Tarub karena telah melanggar pesannya hingga kukusan ajaib yang bisa menanak setangkai padi untuk makan sehari. Kukusan tersebut rusak dan kesaktiannya hilang. Nawang Wulan harus menanak nasi secara normal dengan menumbuk padi dan memerlukan banyak padi untuk makan sehari. Hingga pada suatu hari di dalam lumbung ia melihat selendangnya yang hilang. Nawang Wulan merasa sangat marah karena selama ini ia telah dibohongi oleh Jaka Tarub. Kemudian Nawang Wulan kembali ke kahyangan meninggalkan suami dan anaknya, namun tidak melupakan kewajibannya kepada anaknya. Nawang Wulan datang setiap malam untuk menyusui anaknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tema dan motif dari cerita Jaka Tarub adalah kesetiaan.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa tema dan motif dari cerita Rajapala dan Jaka Tarub memiliki kesamaan, yaitu sama-sama mengisahkan tentang kesetiaan.

2.2.2 Perbandingan Bentuk dan Janre
Bentuk dan janre dari cerita Rajapala dan Jaka Tarub adalah dongeng, karena kedua cerita tersebut memenuhi ciri-ciri dari cerita rakyat berupa dongeng yaitu merupakan kesusastraan lisan yang penyebarannya dari mulut ke mulut dan tidak diketahui siapa pengarangnya, ceritanya tidak dianggap benar-benar terjadi, diceritakan untuk hiburan yang juga berisi pesan moral.

2.2.3 Perbandingan Tokoh dan Penokohan
Salah satu upaya pengarang dalam menyampaikan gagasan dan ide-ide cerita kepada pembaca adalah melalui aktivitas tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam karyanya. Tokoh adalah pelaku berupa manusia atau kadang-kadang binatang atau yang lain yang dapat bertindak sebagai pelaku (Bagus, 1990: 48). Fungsi tokoh dalam cerita sangat erat hubungannya dengan alur cerita, sebab tokohlah yang dapat membuat suatu tindakan hingga timbul suatu peristiwa dalam cerita. Penokohan adalah penciptaan citra di dalam karya sastra (Sudjiman (ed), 1986: 58). Dalam proses penciptaan citra tersebut, watak tokoh dapat diungkapkan melalui, tindakannya, ujarannya, pikirannya, dan penampilan fisiknya.

2.2.3.1 Perbandingan Tokoh
Perbandingan tokoh pada kedua cerita memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut ada pada nama tokoh dan jumlah tokoh yang terlibat. Dalam cerita Rajapala, tokoh-tokoh yang ada dalam cerita antara lain, Rajapala, Ken Sulasih, I Durma dan Raja Wana Keling, sedangkan dalam cerita Jaka Tarub terdapat lebih banyak tokoh antara lain, Jaka Tarub, Nawang Wulan, Dewi Rasa Wulan, Ki Ageng Gribig, Nyi Randa Tarub, dan Nawangsih.

2.2.3.2 Perbandingan Penokohan
Dari segi penokohan, perbandingan kedua cerita meliputi perbandingan fisik, sosiologis, dan psikologis dari tokoh utama, tokoh sekunder, dan peran pembantu pada masing-masing cerita.

2.2.3.2.1 Perbandingan Tokoh Utama
Tokoh utama pada cerita Rajapala adalah Rajapala. Dipandang dari segi fisiknya, Rajapala adalah seorang pemuda yang gagah. Dari segi sosiologisnya, Rajapala digambarkan sebagai seorang yang pekerjaan sehari-harinya berburu dan menangkap burung. Dan dari segi psikologisnya, Rajapala dilukiskan sebagai seorang pemuda yang jahil, setia pada janji, dan memiliki rasa kasih sayang.
Dalam cerita Jaka Tarub, yang menjadi tokoh utama adala Jaka Tarub. Dari segi fisiknya, Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang tampan. Dari segi sosiologisnya, Jaka Tarub dilukiskan sebagai seorang pemuda yang gemar berburu binatang dengan menggunakan sumpitan. Dan dari segi psikologisnya, Jaka Tarub digambarkan memiliki sifat pantang menyerah, usil, dan tidak setia pada janji.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat persamaan dan perbedaan dari kedua tokoh utama pada cerita Rajapala dengan Jaka Tarub. Persamaannya terdapat pada pengambaran fisik dan sosiologisnya, sedangkan pada penggambaran psikologisnya terdapat perbedaan.

2.2.3.2.2 Perbandingan Tokoh Sekunder
Tokoh sekunder pada cerita Rajapala adalah Ken Sulasih. Dari segi fisiknya, Ken Sulasih digambarkan sebagai perempuan yang sangat cantik. Dari segi sosiologisnya, Ken Sulasih merupakan seorang Bidadari yang terpaksa tinggal di bumi dan menikah dengan Rajapala karena telah bersumpah untuk memenuhi janjinya kepada orang yang mengembalikan pakaiannya. Dari segi psikologisnya, Ken Sulasih memiliki sifat setia pada janji, memiliki rasa kasih sayang.
Tokoh sekunder dalam cerita Jaka Tarub adalah Nawang Wulan. Dari segi fisiknya, Nawang Wulan digambarkan sebagai perempuan cantik. Dari segi sosiologisnya dia digambarkan sebagai seorang bidadari yang terpaksa tinggal di bumi dan menikah dengan Jaka Tarub karena pakaiannya untuk kembali ke kahyangan telah hilang. Dari segi psikologisnya, dia digambarkan memiliki sifat setia dan memiliki rasa kasih sayang.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat persamaan dan perbedaan dari kedua tokoh sekuder pada cerita Rajapala dengan Jaka Tarub. Persamaannya terdapat pada penggambaran fisik dan psikologisnya, sedangkan pada penggambaran tokohnya terdapat perbedaan.

2.2.3.2.3 Perbandingan Peran Pembantu
Peran pembantu pada cerita Rajapala adalah I Durma dan Raja Wana Keling sedangkan dalam cerita Jaka Tarub peran pembantunya adalah Dewi Rasa Wulan, Ki Ageng Gribig, Nyi Randa Tarub, dan Nawangsih. Namun yang dapat dibandingkan adalah tokoh I Durma dengan Nawangsih saja karena sama-sama merupakan anak dari tokoh utama, sedangkan peran pembantu lainnya pada kedua cerita tidak memiliki unsur yang dapat dibandingkan.
Dari segi fisiknya, I Durma merupakan anak laki-laki yang tampan, cerdas, dan cekatan. Dari segi sosiologisnya, dia digambarkan sebagai seorang anak yang ditinggal pergi ibunya ke kahyangan dan ayahnya bertapa di hutan. Setelah dewasa ia mengabdikan diri di kerajaan Wana Keling. Dari segi psikologisnya, I Durma adalah anak yang memiliki sifat cekatan dan penuh rasa hormat.
Dari segi fisiknya, Nawangsih merupakan anak perempuan dari Jaka Tarub dengan Nawang Wulan, ia masih bayi. Namun dari segi sosiologis dan psikologisnya tidak digambarkan dalam cerita.
Berdasarkan uraian di atas, kedua peran pembantu pada cerita Rajapala dengan Jaka Tarub memilki perbedaan dari segi fisik, sosiologis, dan psikologisnya.

2.2.4 Perbandingan Alur
Alur merupakan konstruksi yang dapat dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan dialami oleh para pelaku (Luxemburg, 1984: 149).
Pada cerita Rajapala, cerita dimulai dengan pengenalan tokoh utama yaitu Rajapala yang gemar berburu di hutan, namun tidak diceritakan asal-usul keluarga Rajapala. Kemudian klimaksnya adalah pada saat Rajapala menyembunyikan selendang bidadari Ken Sulasih. Ken Sulasih berjanji akan memenuhi permintaan orang yang mengembalikan selendangnya tersebut dan ternyata yang mencurinya adalah Rajapala. Rajapala pun mengembalikan selendang Ken Sulasih dengan syarat agar mau menjadi istrinya. Ken Sulasih memenuhi persyaratan tersebut dan bersedia menjadi istri Rajapala, namun jika kelak anak pertamanya lahir, Ken Sulasih akan kembali ke kahyangan. Mereka berdua akhirnya menikah. Penyelesaian cerita ini dimulai ketika anak pertama dari Rajapala dengan Ken Sulasih lahir yang mereke beri nama I Durma. Belum genap setahun usia anaknya, Ken Sulasih ingat akan persyaratan pernikahannya dulu, bila anak pertamanya lahir ia akan kembali ke kahyangan. Ia pun meminta selendangnya kepada Rajapala dan mohon pamit, serta meminta agar Rajapala menjaga I Durma baik-baik. Kemudian pergilah Ken Sulasih ke kahyangan. Tinggallah Rajapala bersama anaknya I Durma. Setelah I Durma dewasa dan Rajapala telah tua, Rajapala pergi bertapa di hutan sedangkan I Durma mengabdikan diri di kerajaan Wana Keling.
Pada cerita Jaka Tarub, cerita diawali dari asal-usul Jaka Tarub yang merupakan anak yang terlahir secara ajaib dari mimpi dua orang pertapa yang bernama Dewi Rasa Wulan dan Ki Ageng Gribig. Secara tidak sengaja mereka berdua bermimpi sedang memadu kasih. Tidak berapa lama, Dewi Rasa Wulan hamil dan lahirlah seorang anak laki-laki. Pada suatu hari, Ki Ageng Gribig memberikan ana itu kepada seorang janda yang tidak memiliki anak yang bernama Nyi Randa Tarub. Karena ia tinggal di desa Tarub, anak itu diberi nama Jaka Tarub. Permasalahan mulai muncil setelah Jaka Tarub dewasa yang memiliki kegemaran berburu di hutan, sampai pada suatu hari ia melihat tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Ia menyembunyikan pakaian salah satu bidadari tersebut. Kemudian bidadari yang bernama Nawang Wulan itu berjanji, siapa saja orang yang bisa menolongnya memberi pakaian, maka orang itu akan dijadikan suami. Beberapa saat kemudian, Jaka Tarub mendekatinya dan memberi pakaian. Merekapun menikah dan tinggal bersama ibu angkat Jaka Tarub yaitu di rumah Nyi Randa Tarub. Namun kebahagiaan mereka menjadi terganggu karena tidak berapa lama setelah pernikahan mereka, Nyi Randa Tarub meninggal dunia. Beberapa tahum kemudian Nawang Wulan melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Klimaks cerita ini dimulai saat Jaka Tarub membuka kukusan yang digunakan memasak oleh Nawang Wulan, padahal sebelumnya ia sudah dilarang agar tidak memukanya. Setelah dibuka ternyata hanya setangkai padi yang ditanak, pantaslah padi di lumbungnya tidak habis-habis. Kemudian Nawang Wulan tahu bahwa suaminya telah membuka kukusan, kukusan tersebut rusak hingga kesaktiannya hilang. Selanjutnya Nawang Wulan harus menanak nasi seperti manusia biasa. Pada suatu hari, Nawang Wlan melihat selendangnya di lumbung, kemudian ia mohon pamit kepada Jaka Tarub, karena merasa kecewa selama ini telah dibohongi. Kemudian pergilah Nawang Wulan ke kahyangan dan setiap malam turun ke bumi untuk menyusui anaknya, Nawangsih yang masih kecil.
Berdasarkan uraian alur di atas, maka dapat dijelaskan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam alur kedua cerita. Persamaan terdapat pada inti cerita sedangkan perbedaannya terdapat pada awal dan akhir cerita. Awal cerita Rajapala tidak menceritakan asal-usul tokoh utama, namun dalam cerita Jaka Tarub diceritakan asal-usul bagaimana tokoh utama dilahirkan. Pada akhir cerita juga terdapat perbedaan, cerita Rajapala berakhir setelah tokoh utama sudah tua dan anaknya telah dewasa, sedangkan pada cerita Jaka Tarub cerita berakhir ketika tokoh Nawang Wulan kembali ke kahyangan dan setiap malam turun ke bumi untuk menyusui anaknya yang masih bayi.

2.2.5 Perbandingan Latar
Latar merupakan sesuatu yang melatari peristiwa dalam suatu karya sastra. Latar terbagi menjadi tiga bagian, antara lain latar tempat, latar waktu serta latar suasana. Latar tempat dimaksudkan sebagai lokasi-lokasi dimana peristiwa terjadi, latar waktu merupakan rentangan-rentangan waktu dari peristiwa satu dan yang lainnya dan latar suasana merupakan keadaan dalam cerita atau situasi-situasi yang terjadi.
Latar tempat dalam cerita Rajapala adalah di kerajaan Wana Keling, di hutan, di telaga, dan di kahyangan. Latar waktu tidak digambarkan secara jelas. Sedangkan latar suasana meliputi kebingungan Ken Sulasih mencari selendangnya yang hilang, kesedihan Rajapala saat ditinggal Ken Sulasih.
Latar tempat dalam cerita Jaka Tarub adalah di hutan, di telaga, di kahyangan, di desa Tarub, dan di tepi sungai. Latar waktu beberapa kejadian dalam cerita tidak digambarkan secara jelas, namun pada saat Nawang Wulan datang untuk menyusui anaknya digambarkan terjadi pada malam hari. Latar suasana meliputi kemarahan Dewi Rasa Wulan saat mengetahui bahwa dirinya hamil, kesedihan Nawang Wulan yang kehilangan selendang, kebahagiaan Jaka Tarub dengan Nawang Wulan setelah menikah, kekecewaan Nawang Wulan karena telah dibohongi, kesedihan Jaka Tarub saat ditinggal pergi oleh Nawang Wulan.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan menyangkut latar dari kedua cerita di atas. Persamaan terdapat pada latar waktu, di hutan, di telaga dan di kahyangan, sedangkan latar tempat lainnya berbeda. Latar waktu memiliki kesamaan, yaitu tidak digambarkan secara jelas dalam cerita, namun dalam cerita Jaka Tarub, terdapat satu latar waktu yang jelas yaitu pada malam hari saat Nawang Wulan menyusui anaknya. Latar suasana memiliki kesamaan, meliputi kesedihan tokoh sekunder yang kehilangan selendang dan kesedihan tokoh utama saat ditinggal tokoh sekunder.

2.2.6 Perbandingan Amanat
Dalam sebuah karya sastra unsur amanat merupakan hal yang penting baik bagi pengarang maupun pembaca. Amanat merupan pesan-pesan yang disampaikan oleh pengarang secara tidak langsung dari peristuwa-peristiwa yang terjadi akan tetapi mempunyai suatu maksud yang sangat dalam. Dalam cerita Rajapala dan Jaka Tarub terdapat amanat yang hampir sama yaitu dalam menjalani hidup kita haruslah memilki kesetiaan, baik setia kepada janji, setia kepada teman, setia pada kata-kata, setia kepada perbuatan dan setia pada pikiran.






BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Cerita Rajapala dan Jaka Tarub merupakan cerita rakyat berupa dongeng yang unsur-unsur ceritanya memiliki persamaan, walaupun ada beberapa hal yang berbeda. unsur yang hampir sama persis terdapat pada tema dan motif, bentuk dan janre, dan amanat. Sedangkan pada unsur lainnya yang meliputi tokoh dan penokohan, alur, dan latar, di dalamnya terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Tema dan motif kedua cerita adalah kesetiaan, bentuk dan janre keduanya adalah dongeng, amanatnya yaitu dalam menjalani hidup kita haruslah memilki kesetiaan, baik setia kepada janji, setia kepada teman, setia pada kata-kata, setia kepada perbuatan dan setia kepada pikiran. Dalam perbandingan tokoh dan penokohan kedua cerita terdapat persamaan pada tokoh utama dan sekunder, sedangkan peran pembantu dan jumlah tokoh yang terlibat dalam cerita memiliki perbedaan. Alur kedua cerita memiliki perbedaan yaitu, pada awal dan akhir cerita. Latar kedua cerita terdapat beberapa yang sama dan beberapa berbeda.

3.2Saran
Sebagai generasi muda penerus bangsa, kita hendaknya tetap menjaga dan melestarikan budaya nasional bangsa yang terdiri dari budaya-budaya daerah. Termasuk dalam hal ini adalah cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan warisan budaya turun-temurun yang harus dijaga keberadaannya agar tidak punah dikemudian hari, karena selain memberikan hiburan, cerita rakyat juga berisikan petuah-petuah dan nasihat-nasihat.

Tugas Lontar Tatwa




Judul Lontar : Cacarikan (Tatwa)

No Kode : Krop 220. No. RT 459

Ukuran Lontar : PJ 38 CM. LB. 3 CM

Jumlah Lembar : 35 Lembar

Dimulai dengan Kalimat : iti tata kretetaning wongcacarikan, mungguing paswara....

Berakhir dengan Kalimat : ........pagehane anut sakadi lenging kreta, tan wenang pange kete wang mangkana.

Berisi Angka Tahun : I Çaka 1883 (1961)

Ditulis Oleh : Jegreg

Pengarang : -

Keterangan : -

Tatwa cacarikan


1a. awignam astu nama sidem.

Iti tata kretaning wong ngacecarikan, munggwing paswaran, metu saking Sang Prabu sang jumeneng ring Bandamandala, tumiba ring mandala, desa tan paraksa, wuwus sinanggraha dera punggawanira sadaja, muah ring wong anglurahin, den pun yatna kena prayogia sadaya, makadi Sang Dwija Bujangga Kunang, sami yatna ri rasa ni katakra muah wong sawarnanipunsaubing tariksa, tan wenang annual katakrata iki, Yen hana wong anuwal, danda gung arta 2500, Samangkana kadarman iwong acacarikan.

Nian kengetakena angawarsa, lwirnia kalaning ngama


1b. yoni dawuhan, muah kali, muang kuta desa, tan hana paparahan muah, samangkana,ya juga ya ngawarsa,lamaning amayoni dawuhan, muang kali, mpeang kuta desa, ingania puput sapuluh wegung. Yen nora puput samangkana, liwandsapuluh dina, tan mari pwa ya mayoni, danda sang kasepan, gung danda 250, dan srehan.

Ri wong akakerangan ri baturnia, kalaning akarya, sakeng paparehan I suruhan, wenang danda den suruhan, gung arta 250, wiji-wijinan kang atukar.

Ri wong mindik sawah I won glen, nora nugrahane wong adwe sawah muang arehan, danda den srehan gung arta


2a. 8000. Samangkana ling ing kreta.

Ri wong mateni kali klir ring sawah, nora panugrahan I suruhan, danda wong mangkana gung arta 8000, amuntung dwe nga.

Ri wong anrus dawuhan agung, yan rahina danda 500, yan kalaning wengi danda 1000.-ri wong amutul dawuhan agung, yan rahina kalane, danda 3000, yan latri kalane, danda 6000. Samangkana linging kreta.

Ri wong anrus dawuhan agung.

Ri wong anrus dawuhan ri kali, yan rahina danda 250, yan wengi kalane danda 500.

Ri wong anyolong er ri kali, yen rahina kalane danda


2b. 125, yen latri kalane, danda 250.-

Ri wong amandung merta ri sawah, yan rahina, danda 500, yan kalaning latri, danda 1000.

Muah kalaning akarya, salwiring karyaning suruhan ring sawah. Yen nora tumut ri pada bature milu akarya, nora panjaluknia ring serehan, yen sadina, kabukatan 25.

Muah yen hana wong annual pangatenging asuruhan, muah karyaning baturnia, salwiring karyaning baturnia, wenang sawahnia cinir- yening uger precihna sawit, tung-tung I sara, sinawitan dening rwaning lirang amon. Yen mambek sahasa kang adrewe sawah kang si


3a. nawenan angadokaken kawanine, angadokaken kawangsane, angadokaken biuh kadang wargane muang kasukane, teher don purug sawit ika, teher don karyaken sawahnia, sinambut ciryaning uger pracihnia, nora paranugrahaning suruhan, dadi kinaryaken pwa sawah ika, yen hana wong samangkana, danda gung arta 2500, amuk punggung, nga.

Ri wong cungking gawe ri baturnia, yen hana pakonia manggan ti awaknia, dadaren rumuhun. Yen nora kawana donia mukul angken pamreng, wenang wangsulakena, lud eneng danda kang wang amakon 50, den suruhan.

Muah yen katag den suru


3b. an ametokaken suduk dauhan muang- sara, yen nora anggawahan panuwek muang pring, danda arta, 25.

Muah suruhan nora sanjenengin bature akarya, wuwus apupul sepuluh, sampun akarya, wenang danda suruhan ika, gung arta 15.

Ri wong wenang anjaluknia, kunang lwirnia, yen atutungwa, ri dalemnia, muah amejahi je catur, muang prihatinan, tur wang kapatenpeten, wenang panjaluknia. Yan tatangga, kunang ten wenang panjaluknia; muang apuputra wenang panjaluknia, dening abwat lasune angiding yen kasor wenang juga tumutura, juga karya, wenang atuku gawe, tukunen juga, sadina patukunia 25.


4a. nian lwiring wong keket muah angiket, kramaning angiket, rawanen pwa samangke, sadina duke angiket, cangcangakena ring pasar,- muang genahing bale agung, muah ring dalem agung, ring parampatan dalan agung, nguniweh ring paheman, tang pasu ika, lamania sawegung-sawegung, yan wuwus kasurupaning Sang Hyang Radmtia, sinadokaken ri suruhan sowang-sowang. Wuwus asmangkana, wenginia nora hana angingetipasu ika, tandwa karahinan, inabasan 500, satunggal-satunggal. Kunag muah yen nora angingetin , wenang titinen pangangon pangamite salawe sadina, salawe sawengi. Lawase liwar petang puluh dina, wenang leleb pasu


4b. ika. Yen leba, panebasnia, ikang kebo panebasnia 2000, tang mahisa muang sampi panebasnia 1000, kuda ika yen leleb, panebasnia, - 2000, yen during kawengian, panebusnia sami 250, kunang yen mati tang kebo kuda ika, argania, 2000, kang – angeketa ngemasin; itungan panitih pangengone muang pakemite, nguniweh rahina wengine, arganing mahisa sapi, yen mati kang keket, during lelab, wenang sng ngeketa ngemasin, amaleni, argania 1000 satunggal-tunggal, samangkana linging kreta.

Muah wang angiket kebo sampi kuda, nora pwa samangke, ginawa cinangcang ring pasar, paheman, lebuh agung ku


5a. nang, nora lumrah denia ngeket, neher kasurupan Hyang Rangradgya, yadian sinadoka ken ring suruhan sowing-sowang, tan wenang pangekete, wenang wangsulakena sang angiket danda ika 250, satunggal-tunggal de sang asuruhan. Saika linging kreta mungguing paswaran.

Ri wong angiket kebo sampi kuda, yen nora sadina deniangiket, lintang sakeng sadina, tan wenang pangikete muah. Yen kedeh muruga kreta, manggah de pun angiket, wenang danda wong mangkana 2500, danda ika pinalih de suruhan lan sang adruwe pasu kang keket.

Muah wong angeket kebo sampi kuda, tan kene den angikep, si


5b. yuhan twasnia, binuru juga ya, wusing amburu, apwara nandang kanin wong kang binuru, yen nikel walungnia, kang wang amburu wenang angusadani anjampiani. Yan ten warus dania anjampiani, temaha rusak pasu ika titaha, pamuning wong binuru, sang binuru angulihana pasuning wong, pangunggahing arta, saika kawenangania.

Muah kebo sapi kuda, ambutul kuda desaning wong, teher amangan tawuning wong, keket de sang adruwe tawun; muah yan hana papagaraning wong lian terus, sami pecaking pasu anglampahin, ngmi pada anyar uryenia kawaspada juga ya, wenang juga ya pada angmasi, wiji-wijinen sagung alit wrete. Yen ten kalempahin padanyar uryane, manggeh ru


6a. sak kewala, suruhan wenang mananda gung arta 125.

Muah wong angeket kebo sapi kuda kunang, wuwus kalumrah dene angiket, muah wuwus sinadokaken ring suruhan sowing-sowang, temaha kalingsiran arka, kadugi wengi muang rahina, benjangnia hana wang angengetin, anabana 500. Nguniweh hana pangeraning wan glen trus sami tampaking pasu pada anyar urjane, yen nora terus samangke, rahina duka engeketan wenang kinantiaken anabasa pangrerepe, wenang anabasa 250 juga sabuntut-buntut.

Muah wong angeket kebo sampi kuda anrus kuta desa, yen nora amiweruh sang adwe


6b. npasu muang sang adwe kuta, tamahania ngrerep salamania, yadian saulan, sawarsa, tan wenang anabasa pangrerepe, kawenangania anebas 250 sabuntut.

Muah wong angeket kebo sapi kuda kunang, yan during leleb kari samangsani wiawara, sang angeketa anglisunita pasu ika, anglewihin gagawan, lwirnia, paneber, tambangirung, danda kang angeket; 6000, pasu amuliha nikel l, kang keket srahakena ring sang angeket.

Muah sawah minggiring hawan, wuwus madeg tahun, apwara ingidek dening kebo sampi kuda, dimulur de sang adruwe pasu, danda wong mangkana 4000, kang tahun rusak anikel


7a. sapisan kramania.

Muah sawah tepining dalen, yan hana kebo sampi kuda rubuh maniben tahuning wong, apwara rusak tahuning wong, danda wong manuntun, 2500.

Ri wong nganggon ring sawah, tur ingguger, tinggalira, dadia ta megat apus tur amangan tuhuning wong, keket dene wong andwe tahun, anabasa 2500, prasida amangoni wong mangkena, dandanin ngadusun nga.

Ri wong amangun pasu ring sawah tur inguger, tinggalira, dadia tamegat apus tur amangan tuhuning wong, keket dane kang adwe tahun, anabasa 250 satunggal-tunggal.

Ri wong ngangen kebo sampi kuda, tiramtun maring gale


7b. ngan ginsuwe mot pangan, teher kena pinangan tahuning wong, danda sang ngangon 2500, amurug tit swara nga.

Muah sawah paminggir tepining kuta desa, keheban dening kuta desa, sang adwe sawah anigasi, ambabad amutungi angrancapi kuta desaning wong,

nora pangadianing suruhan muang sang adwe kuta, danda kang ababad 4900; yan wuwus tinanduran sawahe, wenang pambabade, nging tungtunging panging kuta desa ika, tan wenang kadandaha, apan rusak tahun palane, linging sastra.

Muah wong priambek magawe dalan, makamarganing wong, muah makamarganing pesu, ambutung pageraning wong lian,


8a. nora pangadianing asuruhan muang sang adwe kuta, danda wang mangkana 8000, amuk punggung nga.

Ri wong ametik tahuning wong lian kalaning rahina, danda 250; yaning wengi, danda 1000. Sabaganing danda ika, danda ika, danda waon.

Muah tahun sesaning wang angampung, witnia kari anjeneng who nia lagi anom kari, during kabutar kuta desa, apwara ingangonin dening wong lian, danda wang mangkana 2500.

Ri wong mangon pasu, wuwusing inguger, apwara mogat apus, pasu ika amangan susumaning wong lian. Yan kacunduk dane sang adwe susunan, pinatian pwa pasu ika wenang, tan wenang wicaraken, saksat mu


8b. nggahi durung. Yan keketan, panebasnia 1250.

Ri wong mangan pasu, tur inguger, tilari mantuk, apwara megat apus, teher amegat apus lud amangan pari sigaran, keket den sang adwe tahun, anebasan 500.

Ri wong mangun pasu salwiring pasu, wuwus inguger, tilarin mantuk, apwara amegat apus, kadugi angrusak sanggar ring sawah, teher amangan niri, yan kacunduk dene kang adwe nini, wenang pasuika pajahan dene sang adwe nini, tan wenang dadi wicara. Yen keket, nebas 2500, lud sang adwe pasu kaperesan nini, amanguna muah muhur dudukan, ambenen, angawe pananapuha muah, amangun nini muah.

Nihan kramaning kreta, den


9a. sang aman- canagara, kunang rehing aswara, yen wuwus amurit, kalaning wengi tan wenang asuweraning apwi paksane amet welut. Yan hana wong amurung paswara, yen kacunduk dene suruhan, wenang dandanan, salwiring gagawane peten wenang amurung paswara nga.

Ri wong ngamet welut, upayakena pasang-pasangan, lwirnya bubu atutu magawe rusakingntahun palania, yan hana wang amurung wenang danda 500;yan bubu pring tan wenang wicaranen, yan wuwus sami murit.

Ri wong ngunjal tahun wengi, denia tumandang angunjal, danda den suruhan 8000, sida corah wong mangkana.

Ri wong


9b. nganuntun pasu tanduning sawah asaban wong lian, danda wang mangkana 250, lud muah anebas pasune 250, nging yan hana pracihna sawit, yan tan hana pracihna, tan wenang dadi wicara.

Ri wong mawa pikulun, amaraki tahun susunani wang lian, karepnia mulat kewala juga, yan angusap-ngusaping asta susunaning wang, sinandung sandung denija, tilarin wang mangkana, susunan ika kapandung dening wong lian, yan ten kamenengan dusta ika, kang wang mawa pikulan angmasin danda, tan wenang tangguhani sipat prajanji, maling suganda nga.

Ri wong angunjal tahun, amrag sreti, angidik tahuning wong ri wangunan, danda wang mangkana 2500.


10a. Ri wong amandung wiwit, yan kalaning rahina, danda 6000; kalaning wengi, danda 12000.

Ri wong amandung sanjataning sawah, lwirnia; waluku, pasangan garu, susuri, pacul, yan rahina danda 2500, yening wengi kalane, danda 4000.

Muah kuta desaning wong asasawahan, yen hana wong makuta, sakwehnia muah priawak, anggawe tangluk, hana wang lian margaken pasu, nora panugrakan ikang adruwe tangluk, danda wang mangkana 2500.

Muah kebo sapi kuda, keket yania leleb, liwar ri samaya pasu ika mati, tan hana dandani wang angeket. Yan durung liwar ri samaya leleb, apwara mati pasuning wong, wenang amleleni sang angeket.

10b. muah wong angingsiraken kebo sapi kuda, ingangwen dening wong lian, nora pakon sang adwe pasu, apwara amegat apun, temahan keket dening wong, danda sang manggingsir pasu ika 2500.

Muah kebo sampi kuda apasang, ingangon amegat apus, muah anrus kuta desa wong tunggak angeket karo, tan wenang pasu ika keket makakaro, tunggal juga wenang ingeket, yen wong roro pada ingeket, pada satunggal-tunggal, sang adwe pasu wenang anebasa 2500. Arta ika pinalih de wang angeket karo, pada olih arta 125.

Ri wong ngangon bubuk, awangun wiwit wau amurit,


11a. keket dene kang adwe wiwit, anabasa 25 satunggal-tunggal.

Ri wong ngangon bubuk, angidek angurung tahun wau tinandur, keket dene kang adwe tahun, anabasa 50, satunggal-tunggal.

Muah wong angangon bubuk, amangan tahun sigaran muah tahun susunan, keket dene sang adwe tahun, anebas 66, satunggal-tunggal.

Ri wong amurit tan pacihna uger pring muang uluh, sinawitan rwaning lirang amon, yen kadekaning pasu, tan wenang olih angeket. Yen kadwangeket, danda wang mangkana 250 den suruhan, amurug paswaran kojaring sastra.


11b. Muah wong angangon pasu salwiring pasu, wuwus inguger, hana pasuning wong lian amrag, tamahan pasu kang inguadwe tahun, kawenangania sang adwe pasu amrag anebas pasu keket gung arta 250.

Muah inguger aningat pasuning wang ingumbar, tumuli nandang kanin pasu kang ngumbaran ika, tan wenang pasu kang inguger sagmasin, jaya wali nga.

Muah pasu inguger ananjang kang maumber, neher aprang, tamulia nandang kanin pasu kang inguger ika, muah tikala, wenang kang adwe pasu manigata ngusadanin. Yan rusak pasu kang kang kasingat, wenang kang adwe pasu maninget malele


12a. nin; yan arta ginawe amlelenin, arganing pasu 1000.

Muah pasu inguger, dating pasuning wan glen angendonin, anantang apwara kanin kang angendonin, tan wenang pasuning inguger ika, yadin titah kang angendonin.

Muah kebo sampining wong lian, ingangge akaryan dening wang lian, ri sawah ri tegal kunang, nora samit ring sang adwe, yan kalaning rahina danda 4900 tekeng sarma suguh; yan kalanig wengi akarya, danda 500, dening buat kasamaran.

Ri wong amateni kali klir nora panugrahaning asuruhan muang sang adwe klir, danda wang mangkana


12b. 8000, tekeng sarma suguh.

Muah kubon jroning kuta desa, sang adwe kubwan anandangi kuta desa 8, depa, yan hana pasu manjing ring kubon, paksa mangket sang adwe kubon, yen amangan dagingin kubon, apa lwire; palawija, wenang pangekete, panebasnia 250, juga mabuntut-buntut.

Muah sanjata wus sinolang dening wang, wuwus aprecihna trana muang alang-alang, annuli pinuruhaken dening wong esuk-esuk, sang aminuring wenang danda 250.

Muah tahun madeg rebah tibeng hawan, ingidek dening wang muang pasu, tan wenang kadandaha sang mangidek, sida rusak juga ya.


13a. Ri wong ngambakentanggluk agung danda 1250, den suruhan, kwehing pasu amargani, wenang sang ngambaken angmasi anebas.

Muah kadarmaning wang angeket kebo sampi undakan kunang, yen wang matebasaken, 250, suruhan olih, 50 ; kang 200, mantuk ring sang angeket. Yen matebasaken, 500, suruhan olih 100, yan swedalaken suruhan manggeh olih juga sarma 50; yan brangtia angeket, suruhan nora olih laba.

Muah suruhan amangon pasu, yan kaduk amurug swara, danda 1650; yan suruhan parata, danda 500; yan wong sama-samane danda 250, ri wong mrang tambang ku


13b. ta desa miwah supitnia, danda 500. Yen amneti kuta desa, sisan supiting kuta, danda wong mangkana 250; yan waden danda 125.

Ri wong ananapuh tahun, maharesik pwa deniananapuh, amadegaken jejer, apwara maniben tahuning wong lian, danda wang mangkana, 250.

Ri wong amangun kikili, apwara rebah tibeng tahuning wong lian, danda wong mangkana, 250. Yan rare alit amangun kikili, durung apadel waja, wenang kadandahang.

Muah pari anom wohnia, diastu tua wohnia, sumanding idamen teher ginseng demen ika dene sang adwe dami, kacaruban tahuning wong lagi medeg, dening sanghyang Ma


14a. agni, matemahan alum muang geseng demen ika, 8000, tur keperesa sawreting tahun kang rusak tur muah anuhur dudukan angayu-ayu, angambe-ambe, ajaya-jaya dening dudukun, angangon genta ya, genep babanten pananapuh.

Ri wong anunoni dami ring wong sawahnia, kadugi anglalah disahing lian, tang apwa teher amangun susunaning lian, danda wang mangkana, 8000, tahun kang rusak wenang amleleni sawrate manikel, maler majaya-jaya dening dudukun, ananapuh den aresik ungguhing susun ika.

Ri wong anunoni dami, kadugi tekeng tahun sigeraning won glen, danda kang anu


14b. noni 6000, tur kena kaperesameleni tahun kang rusak ika, sawarata manikel, l, lud anjaya-jaya dening dudukun, pananapuh den agenap, samangkana kadarmania linging sastra.

Wong manunoni dami, kena sanggar tekengninining wong, tekeng tahun sigaran pinangan dening sanghyang mahagni, danda wong mangkana, 2500, tur kaperesa nini, ananapuh den agnep kajeng purwa anuhura dudukun, ajaya-jaya tang nini kang geseng. Samangkana kadarmaning sastra.

Muah ring wong anutun pasu, muah kinaryaken, apwara aneduni wiwit, danda wang mangkana 500.


15a. Ri wong amandung tahun praya wiwit, pinendem ring banyu, danda wang mangkana 500.

Ri wong amandung tahun praya wiwit, wuwus akemul, danda wang mangkana 500.

Ri wong angrusak yasa ri sawah, danda wang mangkana 2500; tur amleleni yasa kang rusak, muliha sapurna.

Ri wong praya mangun yasa ri sawah masan kalaning wang angampung, hana wang winalat, pang kang winalat, danda 250; palungguhan winalat, danda 250, wat winalat, danda 250, Galih lambung winalat danda 500; ratab winalat, 300.

Muah niuh punang jroning kuta nora kuta rehi kubwan, hana wang amalat wohnia anom, saking pakaryan,


15b. samayani wang kaleson, kasayahan, neher den pangan den inun er ni duwegan ika soring witnia, tan wenang kadandaen, yan ginawe ring dalemnia wohnia sepet ika, danda 250. Yan angando saking dalemnia, 500, yen kalaning wengi, danda 1000.-

Ri wong angrusak kali, luhur, danda wang mangkana, 2500. Yan kalaning engi, danda, 5000.

Ri wong angrubuh galengening wan glen, kinaryaken margining sarati, de papar galanganing wang, nora pangadiane sang adruwe galangan, sakwehing wang angrubuh danda gung arta, 250.

Ri wong amalat apus tahun, danda 125.


16a. Ri wong anyolong tambang tutup tahun sigaran, danda 150.

Ri wong anyolong pikulan, danda 250.

Ri wong anyolong pikulan wiwit, danda 250.

Ri wong anyolong supit wiwit, danda 250.

Ri wong amalat jejer wiwit, danda 150.

Ri wong amalat demen wus ingapus, muah wuwus sinimpen ring sawah, danda wang mangkana, 150.

Ri wong autang amiutangaken, kalantarania sawah, kunangnia wates, kang wong ngamiutang ngaken, gung artha 5000, anandang sawah winih atenah; yan arta 10.000, anandang


16b. sawah winih rong tenah. Yan kang amiutang angluwihin, yan mapala rusaktahun kang sinandang, mapala urung muang kasep, tan wenang katempuhan. Yan wang anganakaken arta, arta kang siu manak sapuluh sigar, ika kawengania.

Ri wong adruwe sawah, yan apialang, kageringan rahat, suruhan wenang amarakaken, yan nora mangkana, apwara eneng, sandi dadi, wastu dadi pakulemening tikus, wegang, apwara angrusak tahuning len, sakeng kana panang kaning wagang tikus, danda 2500 den sang asuruhan.

Muah sawah pinaselang, krasaning masalangaken, patemu juga ring suruhan, muah ri rurah


17a. nia karo, snupeksa ya. Yan tan samangkana liwar ring panca warsa, wenang sawah samangkana ilang, dening kadasawarsa. Yan pejah sang manalang, muang sang adwe sawah ika pejah,hana sutaning matia angrebut dratiani pejah, tan wenang dadia wiswara, wenang sinambut de sang amancanagara, pida nora olih laba bakti, apan pade angangen ujaring dudu, kujaring tastra, kalingania nora wenang angucap-ngucap, ujar dlaha pitara.

Muah wong anandaken sawah ri wong nyanda, kunang kadarmania, duking asrah arta padanda sawah ikan muah sang masanda masrah sawah, anupeksa ring suruhan muang ring sang amekeli. Sang adwe sawah, amapedekang adruwe arta. Wus samangkana, unggahakena


17b. ring darmaning kreta-tastra, ika ngaran surat penget, unggahakena ikang rahina

sadu sang nanda, muang damaning saptawara, muang pancawarane, makadi sasihe, tanggal panglonge, nguniweh muang tenggeke, makadi uryastrane wong masanda. Yan Tanana samangkana, tan sida panyandane wong mangkana, wenang ilang pradanane, sinambut de sang amancanagara apan nora anut kadarmaning kreta-sastra.

Muah kadarmaning wong angadel sawah, kramania kuning, duk anrima arta muang anrima sawah, anupeksa ring wong amekeli wong adwe sawah muang sang matuku, muang anupeksa ring suruhan. Ri wuwus samangkena, munggah ring kadarmaning kreta-tastra katakana rahina du


18a. king ngadel miwah tuku, muah namaning saptawara muang pancawarane, muang sasihe, tanggal panglonge, makadi rahe muang tenggeke, tekaning uryastrane sang mangadol. Yan tan samangkana, wenang sawah ika sinambut de sang amancabumi.

Muah sawah laba bukti saking dalem, margining wong sinung bukti saking sang amawabumi, salwiring muliaguna, miwah anandangi karya sang Prabu, laba bukti sauripnia sasuguna. Yan pajah sang amuliaguna muah wong amulia karya, hana anaking pejahyan manggeh muliaguna mulia karya, wenang tinama buktining sang pejah. Yan nora samangkana, aturakena bukti ika ri sang Amawabumi. Yan tan ikanuraken, siding lale-laleaken gagaduhan, da


18b. nda wang mangkana, 2500.

Ri wong anyolong kacang muang anyolong botor ri sawah, yan rajina danda 125, kalaning wengi amahat, danda 250.

Muah wong sinung bukti sakeng sang Amawabumi, lawasnia, dadia sinandaken, danda de sang amancabumi 6000, muah tanabasa drewe dalem ika. Yan angadel bukti, midanayang ring lian, danda sang Amancabumi 12.000, bukti ika wenang sinambut den sang Amancabumi. Yadian angagen likita sang anggamel sawah ika, kapurug dening mulia widi.

Ri wong anyolong tahun ring sawah, kalaning rahina danda 12.000. padi kang cinolong mantu


19a. k manikel adwaguna. Yan wengi kalane, maling jatinia, danda wang mangkana 24.000.

Ri wong asmaya amotusaken laryaning asuruhan, salwiring karyaning asuruhan, yan tan teka ring samaya, muah tan putus ikang karya denia mayoni, danda wang mangkana, nista madya motamaning utama. Den yatnamrunggokeni danda, yan agung karyane, danda 4500; yan madya karyane, danda 3500; yan nista karyane, danda 1250, anduhungaken nga.

Ri wong anyolong pari twa ring wangunan, anggawa gampung dene olih amalat, yen kalaning rahina amalat, danda wang mangkana,


19b. 4000; yen kalaning wengi, danda 8000, yan wadon amalat, wenang danda sabaga dandaning lanang ngalapan; yan rare alit anyolong, mon durung limang kilan duhurnia, tan wenang kadandaha. Yan kalaning wengi, wetni srengene kang adruwe tahun, patiana wenang tan wicarenen.

Ri wong angeket kebo sampi kuda, wuwus kalumbrah dene ngeket, wuwus cinangcang ri pasar, paheman lebuh agung, muang ring genhing bale agung, sampun aprasadu ring suruhan sowing-sowang, sawengi takeng rahina, Tanana wong angingeti, anabasa 500 sabuntut, muah salamania titinen panganggone muang pakemite, muang kna


20a. pangangone, pada kena salawe sadina, salawe sangengi, ingania petang puluh dina. Idwar petang puluh dina sida leleb, arganing pasu sabuntut 1000, wastu akeris alemu, agancang abaged lakakone, ala abecik warnane, mangkana juga argane, kang kadi pawicara.

Ri wong angunjal tahun dening kuda tinuntun, muang amrag sarati, dadi ta anggempuk tahun ri wangunan, muah rubah pasu ika, danda wang anuntun muang amrag sarati ika, danda wang mangkana 500.

Tahun kang rusak ika wenang manikel katriguna, wit sasigar dadi 3 sigar, mantuk ring suruhan sasigar, samangka


20b. na kadarmania linging sastra.

Muah yan pasu ingangon angidek tahun ring wangunan, wenang keket dene kang adwe tahun, anabasa 250, muah dandaning wang atuntun 250, samangkana linging kreta.

Ri wong anyolong witning pari anom, binadol pinalih-nalih, wite tan duran ika praya tinandur muah ri sawahe, solihnia, danda wang mangkana, sampan 3000; kalaning wengi anyolong dandani pratama 6000.

Muah kramaning kuta desa panjange anut anut winih sakeng sawah ika, winih adepuk, kena sadepa agung, samangkana petangania, wuwus dinum de suruhan, pa


21a. uman, ika sami waradin, sami angarsemi wuwus mangkena, wekasan kalampahan dening pasu kuta desa ika, keket dening wong waneh, kang adwe pasu, angukih sang adwe kuta kon angomesinkang adwe kuta ika tan payun, angemesi pasu ika, dinalih sang asuruhan anglewihing saking winihing sawah ika, kang mangkana wenang tepasan sawah ika muah. Yan luwih pageran ika sakeng winahe, danda kang, adwe kuta ika 2500, muang salewih sawah ika sakeng winihe, kuta desa kang pinahayunia, wenang sawah ika mantuk ring suruhan.

Ri wong asahasa ri parining wong, amupuh angidek, wengi kalane, patianana wenang; yana


21b. malakwing urip, danda pasasayut atma, 9000. Yan rahina kalane, danda 4500, pari kang rusak wenang anikel amancaguna, wit asigar dadi 5 sigar, mantuk ring sang adruwe sawah.

Ri wong anyolong panyisih bubuk, danda 125.

Muah wong anyolong tambangin pasu ingugerania, dadi ta pasu ika keket dene wang, danda kang anyolong; yen wengi kalane danda 1000; yan rahina kalane danda 500, lud anebas pasuning wang keket, danda pinalih den suruhan.

Muah yan anyolong apus ring pasinpeneh, apus pasu, danda 500.


22a. Muah wong anyolong kropiak muang klutan kang inganggo dening pasu, yan wengi kalane, danda 125; yan rahina kalane danda 66.

Muah yan hana kuta desa trus, pecak ambahan dening pasu wuwus keket pasu ika dening wang, kang adruwe kuta gelis amayoni kutania, durung katrag dene kang adruwe pasu kang keket, kang adruwe kuta gelis abeciking kuta ika, durung katrag dene kang adruwe pasu, tan wenang kang adruwe kuta angemasi, apam kasep olih anrag. Yan sampun kawengian lete, ya sadina ika, wenang juga ya ngemasi,anebus pasuning wong.


22b. Muah wong angeket pasu druwening wong desa len, wuwus kalumrah dene angeket, sampun cinangcang ring paheman miwah ring pasar, muah ring parapatan dalan agung, muah ring genahing bale agung, wuwus sinadokaken ring suruhan sowing-sowang, tan hana wong angingeti, sajroning petang puluh dina masih nora hana wang angingeti, wenang leleb. Yen hana wong angingeti sajroning petang puluh dina, ika ta wenang anebasa, titihen pangangone muang pakemite, gunging panebas 1000. Yan mati pasuning wong sajroning petang puluh dina, wenang katempuhan sang angeket, wilangan panitihe, samangkana linging kre


23a. ta.

Muah wong angeket kebo sampi kuda drowening wong desa len sampun kalumrah dene angeket, wuwus cinangcang ring pasar muang paheman, muah ring genahing bale agung, miwah ring parampatan bale agung, sampun sinadokaken ring suruhan sowing-sowang, tan hana juga wang angingeti, genep petang puluh dina, wenang leleb; yan hana wang angingeti sajroning petang puluh dina, wenang anebasa titinan pangangone muang pakemite. Yan mati pasuning wang sajroning petang puluh dina, wenang katempuhang sang angeket. Arganing pasu sabuntut keris alemu, argania 1000 juga sabuntut.

Ri wong anu


23b. nggu tahun ategur kalaning wengi, hana rowange pada atugur, pada adwe tahun, tunggal pasangrahan, baturnia rwa tlu pat, pada gumanti-ganti wengine, pada tut I samayane, apwara ilang tahune wong nora milu akemit, wenang sang angemit katempuhan sakehe tahun kang ilang ika, manikel sapisan mantuk ring suruhan.

Ri wong angumpulaken tahun, ginenah ring sawahing won glen, yan kalaning wengi angunjal tan wenang, jemur ikang rat, samar kurup ikang corah, olih laba ikang pandung. Yan hana wong mangkana, tan widepa pamaler, masih juga angunjal tahun wengi, (danda) 10100,


24a. amurug paswara.

Muah yan hana tahuning won glen ilang kalaning angujal tahun ika, wenang kang angujal tahun ika angemasi tahuning wong ilang ika, manikel adwi guna, ilang sasigar dadi petang sigar, yan 10 sigar dadi 40 sigar, lud danda 10100, danda ika mantuk ring suruhan.

Ri wong ananapuh tahuning won glen, anyolong Batari Sri nga. wong mangkana danda 3650, swrating nini ika anikel amanca guna.

Ri wong angunjang tahun kurup dena angunjal, kena tahuning won len, danda wang mangkana 3650, pari kang ilang mulih manikel sapisan, maring kang adruwe tahu


24b. n kang ilang, panikele mantuk ring sang asuruhan.

Ri wong sahasa angampung tahuning won len, saking prakasane miambek, angadukaken kawania, ngadokaken kawangsane angadokaken biuh kadang wargane muang kasukanung, mamane nora denpakeringi, sangkane wani amarawasa tahuning won glen, pinalih saking kutara, danda wong mangkana 1200: kang milu angampung winiji-widinen, wenang danda pinalih saking mawawe, danda 6000, pari kang ing ngampung wang kang angampung, wenang muliha manikel ring sang adruwe tahun, muah suruhan manikelang sapisan.

Muah rare alit durung bisa naming gawe,


25a. yan sahasa amotik tahuning wan len, andung kikili, wawar wiwit, anyolong talining pasu, kropiak klutan, saluiring sinahasa, amulih kasrengen kanga due apuara tini bening asta capala wang rero ika, muang sabda capala, danda, wang mangkana 6600: yan mukul kapala, danda 1200: yan nandang kanin, kena katiba jampi 2500: kadugi belah daging, kena patiba jampi 500. Kawenangane peten oloih-oliohe anyolong, mangkana kadarmania.

Ri wong angambeng toya muah anganggon bubuk, ametengi damon penuh ikang toya, ebek bobong takeng tahun sigaraning len, danda wang mangkana 2500: yan kadugi tekeng susunan ikang er, da


25b. nda 5000: yan tekeng pari wuwus ananapuh, danda 1250: yan pari tua durung ananapuh, danda 725, samangkana linging sastra.

Muah yan hana bawi angrusak tahun, kena sinekep dening wong, matemahan angrusakena tahuning len olihnia anikep bawi ika, tan wenang danda wang anikep bawi ika, apan bawi angrusak pari, kewala wenang, amleleni tahun rusak ika, dikaranon who kediknia: yan paksangeket bawi ika, yan angambahing kuta desa, tan wenang kang adrue bawi angukih kuta desa ika, kinon anebas bawinia, apan yarna ring kebo sampi kuda, nora yatna


26a. ring bawi. Kang adrue bawi wenang amlaleni tahuning wong rusak, manikel adwi guna, wrat wit sasigar dadi petang sigar, woliha kurang yatna ring bawinia, samangkana ling ing kreta sastra.

Ri wong autang, sagung liting wang apiutang akalantaran gawe kang wong autang, anandangi sawah. Tingkahing amiutang wuwus mungguhing surat piagem, wuwus munggah pancawarane, muang saptawarane makadi sasihe, tanggal panglonge, maka ngunirahe, tenggeke, ika surat piagem nga. Yan nora samangkana, dudu ngaran surat piagem, wenang ilang piratnia, sapradana. Yan lian akarya srat pi


26b. agem lian ring wang manyeratan, nora wenang ginawe padu, ilang piratnya sapradana. Yan sampun puput samangkana, wenang saprangrehing wong adruwe sapradana. Yen rusak parine, yan hana ngapit dadi, yen puyung pinangsa dening manuk, kasatanwe, hening di jukutang, rinusak dening pasu, salwiring ngrusak tan anuting len, wenang wang mangkana katempuhan den sang adruwe pradana, solahing sawah ika, reganing pari, limang sigar juga arga 200, nora wenang angurangi, anglintangi, samangkana linging kreta.

Ri wong ngatgor kayu muang anunuani, rebah tibeng tahuning wong, danda wong mangkana 3650. Pari kang rusa


27a. k sawrate wenang manikel sapisan, manjing ring suruhan.

Muah yen wong angarebah kayu, aniben pasu ring cangowangan, danda wang mangkana 4500, pasuika wenang manikel. Muah yan angrubuh pasu ingumbaran, danda 3300; pasuning wong wenang manikel sapisan.

Ri wong magawe pasang-pasang ring sawah, lwirnia magawe sumur, masang sungga, blantik, muah lwang ring sawah, ring tegal pangonan kunangh, yen hana pasuning wong tiba, muang keneng pasang-pasangan, pasuning wong tikela muang pejah, danda kang wang anggawe pasang-pasangan muang lwang 4500. Pasu ika manikel sapisan tiba ring sang asuruhan.

Ri wong angingsira


27b. ken kali muang dawuhang, muah angingsiraken kuta, muah tangluk, nora panugrahaning suruhan, danda wang mangkana 2500.

Muah lemah pinggiring kuta desa, ingania sadepe jimbare sakeng kuta desa iku, sawahe yan kurang sadepe, kandele, lete, tekeng kuta desa ika, yan angrancapi tan wenang, kalingania loba wang mangkana, ilania sida maka panuntuning pasu, angayuh amangan pari saking jabaning kuta, dadi pasuning wong amiak pageran, anglumpat papageran danda wang mangkana 2500.

Ri wong akria upaya, angrusak pa


28a. geraning lian, magawe marganing pasu, muang umanjingaken pasu mareng sawah, pinrih denya ngeket, yan kaciryana wong samangkana, danda 8000.

Ri wong acungking gawe, angingsir tahuning won len, saking nora pangadianing kang adruwe tahun, muah kangsuruhan norana ngadiani, yan kalaning rahina angingsiraken tatuning len, ginenah pwa ring sawahing won len, danda wang mangkana 4500, parikang ilang, wenang amleleni anikel atriguna.

Yan wengi kalane sekadi kocaping arep,


28b. danda wang angingsiraken tahuning len 5000, parining wong kang ilang, wenang amleleni manikel atri guna.

Ri wong aningit tahuning won len, tahun sasigaran, kalaning angunjal tahun, yen hana wong kamalingan pari, wanilat dening wang maling kunang, danda wang mangkana 6500, suruhan kang nanda.

Ri wong angunjal tahun ginawe ring umahnia, kalaning wengi danda wang mangkana 8000, amurug suara ngarania wong mangkana muah yan hana wang kelangan pari sedeking wengi ika duking angunjal tahun danda wang angunjal tahun ika 12000, tahun kang ilang wenang manikel adwiguna.

Ri wong a


29a. ngeket kebo sampi kuda, wuwus kalumrah dene wong akweh, kascaryan pasu ika juga mangan tahun ika, nging pasu ika mboyana kacunduk saduka mangan tahun ika, kacunduk ring sawahing len, ye katututan sadina ika, sawengi tekeng rahina, wenang juga pangeket jaladi nempuh paranang nga. ;rahina kabenganing wengi, wengi kabenganing rahina, tan wenang pangekete, yan kadoh maksih angeket, danda wang mangkana 650, kebo angrusak kandang nga.

Ri wong mambek risawahing wong, nora den keringing angadokaken kawanine, biuh kadang warga


29b. ne tan idep ujaring pamaler, teher den pacul sawahing wong, pinaluku den garu sawahing wong, yen hana wong samangkana, danda 4500, amancewigraha, bawuwiguna nga.

Muah suruhan anibakaken paswaran ring wong asasawahan. Yan hana wang kaduk andalurung, tan idep paswaraning pasuruhan salwiring suruhan, danda wang mangkana 5500.

Ri wong amandung pari ring sawah kalaning wengi, danda 12000, pari ika manikel guna; kalaning rahina anyolong danda 6000, pari kang cinolong wenang manikel adwiguna, danda ika muang panikele pina


30a. lih den suruhan

Muah kuta desa wong terus, pada pacaking pasu pada anyar uryane, wong tunggal juga wenang tin rag, wenang angleleaken ring warganing kuta trus ika, pada angemasi, sakwehnia.

Ri wong sahasa angugering pasu tuning len, tan idepa pamaler, danda wang mangkana 5000.

Muah wong angangon kebo sampi kuda, wuwus inguger ring sawahing len, apwara kendu tambangnia pasu ika, kadugi tekang laladi parining wong, teher kene pinangan parining wong; yen keket dene kang adruwe ta


30b. un, anabasa 500, dandaning adusun nga. Linging kreta.

Ri wong angeket kebo sampi kuda, yan tan cinangcang ring pasar, muah ring paheman, muang genahing bale agung, muah ring lebuh agung, nora sinadokaken ring suruhan sowing-sowang, danda wang mangkana 2500, sida adusta wang samangkana.

Ri kuta terus kalampehan dening pasu, hana wan len amayoni kuta kang trus ika tur angakuni druwene, wenang tibanana sifat prajanji den suruhan, yan karep anayub cor, tan danda wang mangkana, sida druwening kuta desa ika. Yan tan arep anayuk co,


31a. wenang danda wong mangkana 4500, bawa wigna nga, angaku-aku dudu druwe nga. Lud angemasi pasu kang keket ika.

Ri wong anyolong kebo sampi kuda, dandsa wang mangkana 12000.

Muah kramaning wong andedeken sawahing won len, yan hana ngapit dadi, eneng dijukutan, kasatan er, eneng nora mesi tanduran, tahun puyung pinansa dening manuk wenang katempuhan wang mangkana.

Ri wong anyolong wiwit, yan nora cakep sapipin kalaning rahina, tan hana tandaning wong; yan kalaning wengi anyolong danda 6000, sida maling




31b. jatinia.

Muah kramaning wong anandeken sawah, wuwus anundur wiwit tahun, hana sawahing wan len sandingnia, anging eneng mangapit sawah dadi matemahan rusak tahuning wong dadi, ri rusak dening wegang tikus, yen hana sawah samangkana, wenang katempuhan sang adwe sawah eneng, kanen keri, sawrating tahun kang rusak, lud danda den suruhan 500, dening tan idepa parahaning suruhan.

Ri wong atutunon, kena anglaplap deni kuta desaning len, danda wang atutunuan 2500.

Muah wong anyolong bubuk ring sawah, kalaning rahina, da


32a. nda 4500; yan kalaning wengi, danda 8000.

Ri wong angeket pasu, salwiring pasu, wuwus cinangcang ring pasar, muah genahing bale agung, ring paseban, sampun kaprasadu ring suruhan sowing-sowang, teher prapta tekeng adrwe pasu, apwara kacunduk den uculi pasu kang keket ika, danda wang anguculi2500; muah yan kari ring sawah, ring sarwa-sarwa, kena den uculin dene kang adrwe pasu, yan sampun sinamitan de-ning sawi, danda wang mangkana 1250, lud kena panebas pasu 250. Yen nora sinamitan dening sawi pasu kang keket ika, Tanana dandani wong samangkana, kena panebas pasu kewala


32b. 250.

Ri wong anyolong pari kari ring witnia ngadeg, nggawa gampung, yan rahina kalane, danda 8000; yan kalaning wengi dene anyolong, danda 16.000; yan wang waden anyolong, danda sabaganing danda wang lanang.

Yan wong rare durung limang kilan pangadege, Tanana dandane.

Ri wong angeket kebo sampi kuda, yan wang tunggal adrwe pasu akweh, wong tunggal angeket samwa, tan wenang samangkana; yan pasu 4, kawenangania ngiket 2, samangkana linging paswaran.

Ri wong angeket pasuning won glen, amangun pasri, kang adruwe pasu gelis angungkih


33a. kuta desaning wong, hana lian kuta desa trus, pada tampaking pasu, pada anyar uryane, neher sinawitan dening sawit, sampun kang adruwe kuta ika tinrag dene kang adruwe pasu, wang adruwe kuta agelis ngungsi kutania, neher den payoni kutania, nora pangadianing suruhan, dadiane kangos kutania, nora trus kahambahan dening pasu, yan ta ri wiwahara, wenang adewagama, yan wadi sinalih tunggal, katiben sifat prajanji, danda 3600, lud angemasi pasu kang keket.

Ri wong cungking gawe, hana kuta desa druwening won glen, trus kahambahan dening pasu,


33b. ganggu den payogi kuta ika, pasu kang amargine wuwus keket dening wong, yan kaciyana wang kang amayoni kuta desaning wong len, danda wang mangkana, 6500,den suruhan lud angemasi pasu kang keket, anebas 250.

Ri wong mangeket kebo sampi kuda, amutul kuta desa, wuwus weruh kang adwe pasu, kang adruwe pasu angrereh tang kuta desaning wang, teher naha kuta desaning len trus pada anyar uryane, neher den sawiting sawi dene kang adruwe pasu, sampun taw us katrag kang adwe kuta dene kang adruwe pasu, kang adruwe kuta gelis angsi


34a. kutania, wastu bayu wiakti trus, nging tan hana pecaking pasu, angas paksane kang adwe kuta, neher pinayoni kuta desa kang trus, nora pangadianing asuruhan, danda wang mangkana, 2500, den suruhan, lud angemasi pasu kang keket ika sawrate, sambega papa nga.

Muah hana pasu metu sakeng kubonia, temahan mangan tahuning wong, keket dening kang adruwe tahun, panebasnia 500, pari kang rusak, wenang mangganti kang adwe pasu ika, wilangan katah kidike.

Ri wong amandung pring muah kayu ring pabonan muah karang paumahan, yan hana wang mangkana, ka


34b. dapatan dene kang adruwe kubon kang adruwe umah, danda wong mangkana, 2500. Yan wengi kalane, danda 5000, samangkana linging kreta.

Muah wong angumber kebo sampi kuda, pada ring alas, apwara amburu pasuning wong len, apwara nandang kanin muah tikel walungnia kang binuru, yan Tanana amedasi pasu ika kang amburu, tan wenang danya ; yan hana amedasi pasu ika kang amburu wenang angusadani anjapiani pasu kang binuru. Yan hana paksane salah tunggal wenang adewagama.

Muah kubon jroning kuta, papagerania mapes 3 ngali, ika wenang


35a. pangekete, panebasnia 250.

Muah kubon jabaning kuta desa, papagerania mapes, 4, alijapit, matures kerep, madaging wija, tur hana pasuning wong lian mamadah tur mangrusak sadagingin kubon ika, wenang keket dene kang adruwe kubon, panebasnia, 250, tur mangulihang pangajian pamula-mulahane karusakan, marikini pangajine. Yan tan samangkana, papagehane, anut sakadi linging kreta, tan wenang pangekete wang mangkana.

Puput titiang manyurat, lontare puniki ri dina ca, ka, Wara uku oye, tang ping, 1, sasih ka 3, rah


35 b 3, ta, 8, risaka warsania, 1883 malih taunia malih siki, 1961.

Kanganurat lontar puniki, Jajarpikatan, maulu, ga, maguwung magerak, matenganan, ga, akobuane sari payogan. Dados mangku dalem, mering dalem payogan. Nunas pangampura pisan titiang ring sang sundi mamaos, tuin sang ngwacenin sasuratan titiang bangit pisan taka luih, sakewanten kabatek baan demen, boya lekak dekin tuwin, ginuyu kasedan.